Jumat, 21 April 2017

APAKAH ORGANISASI SOSIAL (ORMAS) ITU?

Organisasi Sosial  Kemasyarakatan 

adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Hakikat Lembaga Sosial

Keberadaan lembaga sosial tidak lepas dari adanya norma dalam masyarakat. Di mana nilai merupakan sesuatu yang baik, dicita- citakan, dan dianggap penting oleh masyarakat. Oleh karenanya, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang tegas yang disebut norma sosial. Nilai dan norma inilah yang membatasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Inilah awalnya lembaga sosial terbentuk. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami proses institutionalization menghasilkan lembaga sosial.
Proses terbentuknya Lembaga Sosial
Para ilmuan sosial hingga saat ini masih berdiskusi tentang penggunaan istilah yang berhubugnan dengan ”seperangkat aturan/ norma yang berfungsi untuk anggota masyarakatnya”. Istilah untuk menyebutkan seperangkat aturan/ norma yang berfungsi untuk anggota masyarakatnya itu, terdapat dua istilah yang digunakan, yaitu ”social institution” dan ”lembaga kemasyarakatan”. Mana yang benar? Tentu semunya tidak ada yang salah, semuanya benar. Hanya saja ada perbedaan penekanannya. Mereka yang menggunakan istilah ”social institution” pada umumnya adalah para antropolog, dengan menekankan sistem nilai-nya. Sedangkan pada sosiolog, pada umumnya menggunakan istilah lembaga kemasyarakatan atau yang dikenal dengan istilah lembaga sosial, dengan menekankan sistem norma yang memiliki bentuk dan sekaligus abstrak. Pada tulisan ini, akan digunakan istilah lembaga sosial dengan tujuan untuk mempermudah tingkat pemahaman dan sekaligus merujuk pada kurikulum sosiologi yang berlaku saat ini.
Pada awalnya lembaga sosial terbentuk dari norma-norma yang dianggap penting dalam hidup bermasyarakatan. Terbentuknya lembaga sosial berawal dari individu yang saling membutuhkan, kemudian timbul aturan-aturan yang disebut dengan norma kemasyarakatan. Lembaga sosial sering juga dikatakan sebagai sebagai Pranata sosial.
Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga apabila norma tersebut :
1.     Diketahui
2.     Dipahami dan dimengerti
3.     Ditaati
4.     Dihargai
Lembaga sosial merupakan tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia dalam sebuah wadah yang disebut dengan Asosiasi. Lembaga dengan;
Asosiasi memiliki hubungan yang sangat erat. Namun memiliki pengartian yang berbeda. Lembaga yang tidak mempunyai anggota tetap mempunyai pengikut dalam suatu kelompok yang disebut asosiasi. Asosiasi merupakan perwujudan dari lembaga sosial. Asosiasi memiliki seperangkat aturan, tatatertib, anggota dan tujuan yang jelas. Dengan kata lain Asosiasi memiliki wujud kongkret, sementara Lembaga berwujud abstrak. Istilah lembaga sosial oleh Soerjono Soekanto disebut juga lembaga kemasyarakatan. Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan istilah asing social institution. Akan tetapi, ada yang mempergunakan istilah pranata sosial untuk menerjemahkan social institution. Hal ini dikarenakan social institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku para anggota masyarakat. Sebagaimana Koentjaraningrat mengemukakan bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakukan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas- aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Istilah lain adalah bangunan sosial, terjemahan dari kata sozialegebilde (bahasa Jerman) yang menggambarkan bentuk dan susunan institusi tersebut. Namun, pembahasan ini tidak mempersoalkan makna dan arti istilah-istilah tersebut. Dalam hal ini lebih mengarah pada lembaga kemasyarakatan atau lembaga sosial, karena pengertian lembaga lebih menunjuk pada suatu bentuk sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak tentang adanya norma-norma dalam lembaga tersebut. Menurut Robert Mac Iver dan Charles H. Page, mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam suatu kelompok masyarakat. Sedangkan Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga dari sudut fungsinya. Menurut mereka, lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai suatu jaringan dari proses- proses hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola- polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan sekelompoknya. Selain itu, seorang sosiolog yang bernama Summer melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut kebudayaan. Summer meng- artikan lembaga kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita-cita, dan sikap perlengkapan kebudayaan, yang mempunyai sifat kekal serta yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya, keberadaan lembaga sosial mempunyai fungsi bagi kehidupan sosial. Fungsi-fungsi tersebut antara lain: a. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang sikap dalam menghadapi masalah di masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan pokok. b. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan. c. Memberi pegangan kepada anggota masyarakat untuk mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku para anggotanya.
Dengan demikian, lembaga sosial merupakan serangkaian tata cara dan prosedur yang dibuat untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, lembaga sosial terdapat dalam setiap masyarakat baik masyarakat sederhana maupun masyarakat modern. Hal ini disebabkan setiap masyarakat menginginkan keteraturan hidup.
Ciri-ciri organisasi sosial
Menurut Berelson dan Steiner(1964:55) sebuah organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Formalitas, merupakan organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.
2.   Hierarkhi, merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
3.   Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.
4.   Lamanya (duration), menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.

Ada juga yang menyatakan bahwa organisasi sosial, memiliki beberapa ciri lain yang behubungan dengan keberadaan organisasi itu. Diantaranya ádalah:
1.   Rumusan batas-batas operasionalnya(organisasi) jelas. Seperti yang telah dibicarakan diatas, organisasi akan mengutamakan pencapaian tujuan-tujuan berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini, kegiatan operasional sebuah organisasi dibatasi oleh ketetapan yang mengikat berdasarkan kepentingan bersama, sekaligus memenuhi aspirasi anggotanya.
2.   Memiliki identitas yang jelas. Organisasi akan cepat diakui oleh masyarakat sekelilingnya apabila memiliki identitas yang jelas. Identitas berkaitan dengan informasi mengenai organisasi, tujuan pembentukan organisasi, maupun tempat organisasi itu berdiri, dan lain sebagainya.
3.   Keanggotaan formal, status dan peran. Pada setiap anggotanya memiliki peran serta tugas masing masing sesuai dengan batasan yang telah disepakati bersama.

Jadi, dari beberapa ciri organisasi yang telah dikemukakan kita akan mudah membedakan yang mana dapat dikatakan organisasi dan yang mana tidak dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi.

Pancasila dan NASAKOM Masa Depan Indonesia



"Soekarno Yakin Pancasila dan NASAKOM Adalah Masa Depan Indonesia"

Bagi mahasiswa Jerman yang mengambil jurusan studi Indonesia/Asia Tenggara, nama Bernhard Dahm bukan nama asing. Editor DW Hendra Pasuhuk berbicara dengan peneliti senior berusia 84 tahun ini tentang toleransi.

java computer ajibarangProfesor Bernhard Dahm sudah mengkuti perkembangan Indonesia sejak tahun 1960an. Dia mewawancarai Presiden Soekarno, juga setelah peristiwa pembantaian anti komunis 1965-1966 dan ketika Soekarno keluar istana dan digantikan oleh Jendral Suharto. Dia kemudian melakukan penelitian tentang masalah identitas, adat dan budaya pada berbagai kelompok etnis di Indonesia.
Bukunya Sukarnos Kampf um Indonesiens Unabhängigkeit, yang merupakan bahan disertasinya, terbit tahun 1966 dan hingga kini menjadi buku standar bagi mahasiswa Jerman yang mengambil jurusan studi Indonesia/Asia Tenggara. Tahun 1987 buku ini diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh LP3ES dengan judul: Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan.
Bukunya yang lain: Indonesien. Geschichte eines Entwicklungslandes 1945–1971 (Indonesia, Sejarah Sebuah Negara Berkembang 1945-1971) menerangkan perkembangan politik dan budaya yang terjadi sampai pergantian kekuasaan dari apa yang disebut Orde Lama ke era Orde Baru. Tahun 1984, Dahm menjadi Guru Besar dan Dekan Jurusan Studi Kawasan Asia Tenggara di Universitas Passau sampai memasuki masa pensiun 1997.

Bernhard Dahm yakin bahwa Indonesia tetap akan menjadi masyarakat yang pluralistis. Berbagai kekalutan politik saat ini dilihatnya sebagai proses pencarian di masa transisi. Seperti juga Soekarno, dia percaya bahwa Pancasila dan gagasan NASAKOM adalah jalan tengah yang bisa menjadi landasan kuat bagi Indonesia menghadapi berbagai tantangan globalisasi. Dahm menerjemahkan NASAKOM sebagai nasionalisme, agama dan sosialisme, yang pada jaman Soekarno memang disuarakan dengan lantang oleh gerakan komunisme.
Peneliti yang kini berusia 84 tahun itu menjawab pertanyaan seputar perkembangan Indonesia yang diajukan DW (Hendra Pasuhuk). Berikut petikan wawancaranya:

DW: Sejak tahun 1960an Anda meneliti tentang Indonesia, dan belakangan lebih banyak tentang kawasan Asia Tenggara. Kalau ingin menyimpulkan perkembangan politik dan budaya di Indonesia secara singkat dari 1945 hingga kini, bagaimana Anda akan menggambarkannya?

Bernhard Dahm: Sejarah modern Indonesia bisa dirangkum dengan dua nama: Soekarno dan Pancasila. Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan bahasa dan begitu banyak budaya lokal yang terkandung dalam adat. Pancasila adalah gagasan yang bisa menyatukan bangsa-bangsa di Indonesia, dengan motto utamanya: Bhinneka Tunggal Ika. Pada prinsipnya, Pancasila adalah gagasan tentang toleransi dan keadilan sosial.
Soekarno dan para pemikir lain ketika itu mencari formula yang bisa menjadi falsafah kebangsaan, katakanlah sebagai motor utama nation building. Lalu Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila. Jangan lupa, gagasan para pendiri Republik Indonesia ketika itu tidak hanya berkaitan dengan negaranya.

Kita harus ingat, tugas kemerdekaan Indonesia bukan hanya ditujukan untuk memerdekaan rakyatnya dari penjajahan Belanda, melainkan memerdekakan seluruh bangsa-bangsa yang terjajah dari kolonialisme dan imperialisme, membebaskan manusia dari eksploitasi. Jadi Soekarno dan rekan-rekannya mencari gagasan yang bisa berlaku universal.
Gagasan toleransi Pancasila bisa dibilang cukup berhasil saat itu. Tahun 1955, Indonesia yang baru sepuluh tahun merdeka menggelar konferensi Asia Afrika. Gagasan Pancasila ketika itu diakui dan bahkan diadopsi oleh gerakan Asia Afrika.

Dan Soekarno juga membawa Pancasila ke PBB..
Tahun 1960, Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila kepada dunia dalam pidatonya yang terkenal di hadapan Sidang Umum PBB di New York. Judulnya: To Build The World a New. Dia menawarkan prinsip toleransi Pancasila diterapkan bagi perdamaian dunia, yang ketika itu sedang terpecah antara blok Barat dan blok Timur. Soekarno menawarkan sebuah konsep tata dunia yang baru.

Soekarno ketika itu merangkum konsepsi politiknya sebagai NASAKOM: nasionalisme, agama, komunisme. Kita harus memahami komunisme di sini sebagai sosialisme, karena dasar pemikirannya adalah prinsip keadilan sosial, yang juga menjadi dasar pemikiran politik Karl Marx.
Jadi Soekarno yakin, perbedaan dan perpecahan dunia dalam persaingan ideologis saat itu bisa dijawab dengan menghormati nasionalisme, agama dan prinsip sosialisme.

Tapi politik Soekarno akhirnya gagal..
Ya, secara menyedihkan dan mengerikan. Dimulai dengan penculikan dan pembunuhan brutal para Jendral. Lalu aksi pembalasan yang dilancarkan Suharto dan kubu militer secara lebih mengerikan lagi. Kekejaman luas yang terjadi saat itu menjadi semacam negasi dari tesis toleransi yang mau ditawarkan Indonesia sebagai solusi perpecahan dunia. Dan sampai sekarang, Indonesia belum sembuh dari luka dalam itu. Banyak kejadian mengerikan yang terjadi saat itu, keluarga-keluarga terpisahkan, begitu banyak orang terbunuh..
Semua itu terjadi di tengah ketegangan dunia memasuki era perang dingin..

Betul. Saat itu Amerika sedang bersiap melakukan intervensi di Vietnam untuk membendung komunisme, dan Amerika Serikat begitu naif untuk percaya, bahwa jika mereka masuk ke Vietnam, semuanya akan berjalan lancar sesuai skenario mereka. Tapi yang terjadi kemudian sangat lain, baik di Vietnam, di mana AS mengalami kekalahan besar untuk pertama kalinya, maupun di kawasan-kawasan lain seperti misalnya Irak. Di sana AS juga membawa bencana, ketika mereka melakukan intervensi.
Kembali ke Indonesia, Soekarno waktu itu sangat terpukul dengan terjadinya aksi kekerasan dalam skala luas. Karena hal itu sangat bertentangan dengan citra toleransi Indonesia yang sering dia gembar-gemborkan. Saya sendiri sempat bertemu dengan Soekarno setelah peristiwa itu, saya mengunjungi dia di Istana. Dia sudah membaca buku saya. Ketika itu saya bertanya, apakah perkembangan terakhir itu berarti bahwa Indonesia telah kehilangan jiwa toleransinya, bahwa semangat toleransi sudah berakhir di Indonesia.

Soekarno menjawab, dia tidak percaya tesis itu. Dia bilang kepada saya, dia tetap percaya pada kekuatan tradisi dan adat. "Jika kamu ingin tahu tentang jiwa dan semangat ke-Indonesia-an, jangan datang ke Jakarta atau Surabaya atau Bandung, pergilah ke daerah-daerah, pergilah ke Tapanuli Selatan, ke Mandailing, pergilah ke Banyuwangi, atau ke Makasar dan daerah pelosok lain". Dan saya memang di kemudian hari melakukan penelitian di sana, tentang identitas dan adat, dengan bantuan asisten-asisten Indonesia saya. Kembali ke Soekarno, dia tetap yakin, bahwa Indonesia pada akhirnya akan kembali ke tradisi pluralisme dan toleransi, yang menurut dia sudah tertanam dalam adat istiadat bangsa-bangsa Nusantara.

Soekarno tetap yakin dan berpegang pada prinsip toleransi Pancasila..?
Dia sangat yakin, prinsip Pancasila dan NASAKOM, yang merupakan jalan tengah dan faktor penyatu antara kalangan agama dan kalangan sosialis, adalah masa depan Indonesia. Dia bilang, selalu akan ada pemikiran agama dan dasar-dasar sosialisme yang kuat di Indonesia, kedua prinsip itu saling bersaing.

Saya berikan mereka Pancasila, kata Soekarno. Saya yakinkan kaum Marxis, agar mereka menerima prinsip Ketuhanan. Lalu saya yakinkan kubu Islamis, bahwa ajaran Marx adalah analisa jitu yang memberi kita instrumen untuk mencapai keadilan sosial. Kalau mereka semua mau saling menerima dan melepaskan doktrin-doktrin yang ditolak pihak lain, maka Indonesia akan berjaya. Dan mereka semua, kubu Agama dan kubu sosialis, mau menerima Pancasila demi kepentingan nasional.
Bagaimana dengan Anda? Apa pandangan Anda tentang masa depan toleransi di Indonesia?
Saya mengikuti nasehat Soekarno dan melakukan penelitian tentang identitas dan peran adat pada masyarakat lokal, terutama generasi mudanya, itu tahun 1980an. Dan memang temuan kami adalah, 80 persen generasi muda saat itu mengenal baik istilah-istilah yang behubungan dengan adat lokalnya. Jadi ikatan adat itu memang kuat. Dan pada tingkat lokal, kita memang melihat ada kesediaan menerima perbedaan, ada prinsip toleransi dan keadilan. Pengaruh tradisi dan adat cukup kuat, walaupun sejak tahun 1970an ada pengaruh besar dari budaya barat melalui perkembangan media televisi. Jadi saya percaya, Soekarno benar.
Prinsip dasar kehidupan tradisional di Nusantara adalah toleransi dan pluralisme. Bahkan Suharto tidak menolak Pancasila. Dia malah menggunakan Pancasila sebagai instrumen untuk mengukuhkan kekuasaannya. Dan kita lihat sekarang, mayoritas rakyat Indonesia dan kelompok mainstream Islam tidak setuju dengan pembentukan negara Islam atau penerapan UU Syariah menggantikan konstitusi Republik Indonesia.
Tapi kita di Barat juga perlu menyadari, bahwa masyarakat Indonesia punya tradisi relijius yang kuat. Mereka percaya adanya Tuhan dan pada kehidupan setelah kematian. Ini faktor yang tidak bisa dipisahkan dari Indonesia. Tapi Indonesia bukan negara Islam. Ini adalah bukti paling kuat untuk tradisi toleransi dan pemikiran pluralisme.

sumber:
 http://www.dw.com/id/soekarno-yakin-pancasila-dan-nasakom-adalah-masa-depan-indonesia/a-19345349