Sabtu, 28 Maret 2015

PERINTAH IMAM SHOLAT JAMA'AH (Rapatkan atau Tempelkan Kaki)

edi narco  tabayun dari sang pencerah

edi narco tabayun sang pencerah


A. Nash Hadits
1. Hadits Riwayat Anas bin Malik
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»
Dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad shallaAllah alaih wasallam: ”Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku.” ada diantara kami orang yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya.(HR. Al-Bukhari)

2. Hadits Riwayat an-Nu’man bin Basyir
 حَدَّثَنَا وَكِيعٌ, حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ الْجَدَلِيِّ, قَالَ أَبِي: وحَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ, أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ حُسَيْنِ بْنِ الْحَارِثِ أَبِي الْقَاسِمِ, أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ, قَالَ: أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: " أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, ثَلَاثًا وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ " قَالَ: " فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ, وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَتِهِ وَمَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِهِ
An-Nu’man bin Basyir berkata: Rasulullah menghadap kepada manusia, lalu berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali. Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian. Lalu an-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.


1. Komentar Syeikh Nashiruddin Al-Albani 
Syeikh Nashiruddin al-Albani (w. 1420 H) dalam kitabnya, Silsilat al-Ahadits as-Shahihah, hal. 6/77 menuliskan :
وقد أنكر بعض الكاتبين في العصر الحاضر هذا الإلزاق, وزعم أنه هيئة زائدة على الوارد, فيها إيغال في تطبيق السنة! وزعم أن المراد بالإلزاق الحث على سد الخلل لا حقيقة الإلزاق, وهذا تعطيل للأحكام العملية, يشبه تماما تعطيل الصفات الإلهية, بل هذا أسوأ منه
Sebagian penulis zaman ini telah mengingkari adanya ilzaq (menempelkan mata kaki, dengkul, bahu) ini, hal ini bisa dikatakan menjauhkan dari menerapkan sunnah. Dia menyangka bahwa yang dimaksud dengan “ilzaq” adalah anjuran untuk merapatkan barisan saja, bukan benar-benar menempel. Hal tersebut merupakan ta’thil (pengingkaran) terhadap hukum-hukum yang bersifat alamiyyah, persis sebagaimana ta’thil (pengingkaran) dalam sifat Ilahiyyah. Bahkan lebih jelek dari itu.

2. Syeikh Bakr Abu Zaid  :  Imam Masjid An-Nabawi Anggota Hai'at Kibar Ulama Saudi Arabia

Syeikh Bakr Abu Zaid (w. 1429 H) adalah salah seorang ulama Saudi yang pernah menjadi Imam Masjid Nabawi,
وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر وإِلزاق الركبة بالركبة مستحيل وإِلزاق الكعب بالكعب فيه من التعذروالتكلف والمعاناة والتحفز والاشتغال به في كل ركعة ما هو بيِّن ظاهر.
Menempelkan bahu dengan bahu di setiap berdiri adalah takalluf (memberat-beratkan) yang nyata. Menempelkan dengkul dengan dengkul adalah sesuatu yang mustahil, menempelkan mata kaki dengan mata kaki adalah hal yang susah dilakukan.
Bakr Abu Zaid melanjutkan:
فهذا فَهْم الصحابي - رضي الله عنه - في التسوية: الاستقامة, وسد الخلل لا الإِلزاق وإِلصاق المناكب والكعاب. فظهر أَن المراد: الحث على سد الخلل واستقامة الصف وتعديله لا حقيقة الإِلزاق والإِلصاق
Inilah yang difahami para shahabat dalam taswiyah shaf: Istiqamah, menutup sela-sela. Bukan menempelkan bahu dan mata kaki. Maka dari itu, maksud sebenarnya adalah anjuran untuk menutup sela-sela, istiqamah dalam shaf, bukan benar-benar menempelkan.

3. Komentar Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Syeikh Shalih al-Utsaimin (w. 1421 H). Beliau ini juga  pernah ditanya tentang menempelkan mata kaki.
أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف, فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر بعض أهل العلم, ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة, وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة.
Setiap masing-masing jamaah hendaknya menempelkan mata kaki dengan jamaah sampingnya, agar shaf benar-benar lurus. Tapi menempelkan mata kaki itu bukan tujuan intinya, tapi ada tujuan lain. Maka dari itu, jika telah sempurna shaf dan para jamaah telah berdiri, hendaklah jamaah itu menempelkan mata kaki dengan jamaah lain agar shafnya lurus. Maksudnya bukan terus menerus menempel sampai selesai shalat.

4. Komentar Ibnu Rajab al-Hanbali
Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) termasuk ulama besar yang menulis kitab penjelasan dari Kitab Shahih Bukhari. Ibnu Rajab menuliskan:
حديث أنس هذا: يدل على أن تسوية الصفوف: محاذاة المناكب والأقدام.
Hadits Anas ini menunjukkan bahwa yang dimaksud meluruskan shaf adalah lurusnya bahu dan telapak kaki.
Maksud  haditsnya adalah untuk berlebih-belihan dalam meluruskan shaf dan menutup celahnya.

C. Point-Point Penting

1. Menempelkan Mata Kaki Dalam Shaf Bukan Tindakan Atau Anjuran Nabi SAW
Bukankah haditsnya jelas Shahih dalam Shahih Bukhari dan Abu Daud? 
Iya sekilas memang terkesan bahwa menempelkan itu perintah beliau SAW. Tapi keshahihan hadits saja belum cukup tanpa pemahaman yang benar terhadap hadits shahih.
Jika kita baca seksama teks hadits dua riwayat diatas, kita dapati bahwa ternyata yang Nabi SAW anjurkan adalah menegakkan shaf. Perhatikan redaksinya : 
أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ
Tegakkah barisan kalian
Itu yang beliau SAW katakan. Sama sekali beliau SAW tidak berkata, ”Tempelkanlah mata kaki kalian!”. Dan beliau juga tidak main ancam siapa yang tidak melakukannya dianggap telah kafir atau ingkar dengan sifat-sifat Allah. Yang bilang seperti itu hanya Al-Albani seorang. Para ulama sepanjang zaman tidak pernah berkata seperti itu, kecuali murid-murid pendukungnya saja.
Dan Nabi SAW sendiri dalam shalatnya juga tidak pernah melakukan hal itu.

2. Menempelkan Mata Kaki Adalah Pemahaman Salah Satu Dari Shahabat
Terkait ucapan atau perbuatan shahabat, Al-Amidi (w. 631 H) salah seorang pakar Ushul Fiqih menyebutkan:
ويدل على مذهب الأكثرين أن الظاهر من الصحابي أنه إنما أورد ذلك في معرض الاحتجاج وإنما يكون ذلك حجة إن لو كان ما نقله مستندا إلى فعل الجميع لأن فعل البعض لا يكون حجة على البعض الآخر ولا على غيرهم
Menurut madzhab kebanyakan ulama’, perbuatan shahabi menjadi hujjah jika didasarkan pada perbuatan semua shahabat. Karena perbuatan sebagian tidak menjadi hujjah bagi sebagian yang lain, ataupun bagi orang lain.
Lihat  :Al-Amidi; w. 631 H, Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, hal. 2/99
Jadi, menempelkan mata kaki itu bisa menjadi hujjah jika dilakukan semua shahabat. Dari redaksi hadits, kita dapati bahwa menempelkan mata kaki dilakukan oleh seorang laki-laki pada zaman Nabi. Kita tidak tahu siapakah lelaki itu. Lantas bagaimana dengan Anas yang telah meriwayatkan hadits?

3. Anas tidak melakukan hal itu
Jika kita baca teks hadits dari Anas bin Malik dan An-Nu’man bin Basyir di atas, sebagai dua periwayat hadits, ternyata mereka berdua hanya melihat saja. Mereka malah tidak melakukan apa yang mereka lihat. 
Kenapa?
Karena yang melakukannya bukan Rasulullah SAW sendiri. Dan para shahabat yang lain juga tidak melakukannya. Yang melakukannya hanya satu orang saja. Itupun namanya tidak pernah disebutkan alias anonim.
Hal itu diperkuat dengan keterangan Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) melanjutkan riwayat Anas bin Malik:
وَزَادَ مَعْمَرٌ فِي رِوَايَتِهِ وَلَوْ فَعَلْتُ ذَلِكَ بِأَحَدِهِمُ الْيَوْمَ لَنَفَرَ كَأَنَّهُ بغل شموس
Ma’mar menambahkan dalam riwayatnya dari Anas; jika saja hal itu saya lakukan sekarang dengan salah satu dari mereka saat ini, maka mereka akan lari sebagaimana keledai yang lepas. [Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211]
Jika menempelkan mata kaki itu sungguh-sungguh anjuran Nabi, maka mereka sebagai salaf yang shalih tidak akan lari dari hal itu dan meninggalkannya.
Perkataan Anas bin Malik, ”jika saja hal itu saya lakukan sekarang” memberikan pengertian bahwa Anas sendiri tidak melakukannya saat ini.

4. Bukankah Itu Sunnah Taqririyyah?
Barangkali para pembela pendapat tempe-menempel matakaki itu berhujjah, jika ada suatu perbuatan yang dilakukan di hadapan Nabi SAW, sedang beliau SAW diam saja dan tidak melarangnya, maka perbuatan itu disebut sunnah taqririyyah. Jadi termasuk sunnah juga.
Jawabnya, tentu benar sekali bahwa hal itu merupakan sunnah taqririyah. Tapi perlu diingat, bahwa diamnya Nabi ketika ada suatu perbuatan dilakukan dihadapannya itu tidak berfaedah kecuali hanya menunjukkan bolehnya hal itu.
Contoh sunnah taqririyyah adalah makan daging dhab dan ’azl yaitumengeluarkan sperma diluar kemaluan istri. Meskipun keduanya sunnah taqririyyah, tapi secara hukum berhenti sampai kita sekedar dibolehkan melakukannya. 
Dan sunnah taqririyah itu tidak pernah sampai kepada hukum sunnah yang dianjurkan, dan tentu tidak bisa menjadi kewajiban. Apalagi sampai main ancam bahwa orang yang tidak melakukannya, dianggap telah ingkar kepada sifat-sifat Allah. Ini adalah sebuah fatwa yang agak emosional dan memaksakan diri. Dan yang pasti fatwa seperti ini sifatnya menyendiri tanpa ada yang pernah mendukungnya.
Tidak bisa kita bayangkan, cuma gara-gara ada shahabat makan daging dhab dan melakukan azal, dan kebetulan memang Nabi SAW tidak melarangnya, lantas kita berfatwa seenaknya untuk mewajibkan umat Islam sedunia sepanjang zaman sering-sering makan daging biawak. Yang tidak doyan makan daging biawak divonis telah ingkar kepada sifat-sifat Allah.

5. Susah Dalam Prakteknya
Penulis kira, jika pun dianggap menempelkan mata kaki itu sebagai anjuran, tak ada diantara kita yang bisa mempraktekannya.
Jika tidak percaya, silahkan saja dicoba sendiri menempelkan mata kaki, dengkul dan bahu dalam shaf.

D. Kesimpulan
Berangkat dari pertanyaan awal, apakah mata kaki ”harus” menempel dalam shaf shalat? 
Ada dua pendapat; pertama yang mengatakan harus menempel. Ini adalah pendapat Nashiruddin al-Albani (w. 1420 H). Bahkan beliau mengatakan bahwa yang mengatakan tidak menempel secara hakiki itu lebih jelek dari faham ta’thil sifat Allah.
Pendapat kedua, yang mengatakan bahwa menempelkan mata kaki itu bukan tujuan utama dan tidak harus. Tujuan intinya adalah meluruskan shaf. Jikapun menempelkan mata kaki, hal itu dilakukan sebelum shalat, tidak terus menerus dalam shalat. Ini adalah pendapat Utsaimin. Dikuatkan dengan pendapat Bakr Abu Zaid.
Sampai saat ini, penulis belum menemukan pendapat ulama madzhab empat yang mengharuskan menempelkan mata kaki dalam shaf shalat.
Merapatkan dan meluruskan shaf tentu anjuran Nabi. Tapi jika dengan menempelkan mata kaki, malah shalat tidak khusyu’ dan mengganggu tetangga shaf juga tidak baik.
Wallahu a’lam
Hanif Luthfi, S.Sy.


Jumat, 27 Maret 2015

CARA IMAM SHOLAT MEMBACA TAKBIR

Image result for cara bertakbir dalam shalat
Diperuntukan pada  Imam-imam Sholat  di lingkungan PDM Banyumas, PCM dan PRM  

BERTAKBIR UNTUK IMAM DAN MA’MUM
Menurut Keputusan Tarjih Muhammadiyah
Hal 84  dalil no. 3, hal 89 dalil no 15

Suatu usaha atau ijtihad seseorang, apalagi seorang Imam (pemimpin) untuk dapat  memberikan da’wah terbaik adalah usaha yang benar. Seperti seorang imam dalam sholat berjamaah dengan lafal yang fasih baik maharaj maupun tajwidnya ditambah dengan alunan mu’rotal yang menyejukan hati.
Ada beberapa orang imam  dalam  membaca "TAKBIR" membaca takbir dikala ruku’, demikian pula  bila I’tidal bacaan takbir (sami’allahu…. ) dalam keadaan berdiri,  demikian  takbir dibaca dikala sujud, duduk diantar sujud, dengan alasan sang imam melakukan demikian itu untuk menghidari hadits seperti di bawah ini.
أيها الناس إني إمامكم فلا تسبقوني بالركوع ولا بالسجود ولا بالقيام ولا بالانصراف فإني أراكم أمامي ومن خلفي
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah kalian mendahuluiku dalah hal rukuk, sujud, berdiri, atau salam, sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari depanku dan dari belakangku”.”
{Shohih Muslim, Kitab Ash-Sholat, Bab Tahrim Sabq Al-Imam bi Ruku’ aw Sujud wa Nahwihima,1/320.}
Dan Al-Bukhori meriwayatkan di dalam shohihnya, dari Abu Huroiroh rodhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shollallaahu ‘alayhi wa’alaa aalihi wasallam, beliau bersabda,
اما يخشى احدكم اذا رفع راسه قبل الامام ان يحول الله راسه راس حمار او يجعل الله صورته صورة حمار ؟
“Tidak-kah salah seorang di antara kalian takut jika dia mengangkat kepalanya sebelum imam, maka Allah akan merubah kepalanya menjadi kepala keledai, atau Allah akan menjadikan bentuknya seperti bentuk keledai?”
{Shohih Al-Bukhori, 2/182-183.}
Dalam beberapa hadits diriwayatkan oleh al-Buchori dan Muslim sbb.:

3) لِحَدِيْثِ ابْنِ عُمَرَ رض اَنَّ النَّبِىِّ صلعم آَانَ يَرْفَعُ يَدَيهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ )
اِذَا افْتَتَحَ ال صلاَةَ وَاِذَا آَبَّرَ لِلرُّآُوعِ وَاِذَا رَفَعَ رَاْسَهُ مِنَ الرُّآُوعِ رَفَعَهُمَا
آَذَالِكَ وَقَالَ "سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ" وَآَانَ لاَ يَفْعَلُ ذَالِكَ فِى
السُّجُودِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ). وَ فِى صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ مَالِكِ ابْنِ الحُوَيرِثِ اَنَّ
رَسُولُ الله صلعم آَانَ اِذَا آَبَّرَ رَفَعَ يَدَيهِ حَتَّى يُحَاذِىَ بِهِمَا اُذُنَيْهِ وَاِذَا رَفَعَ
رَاْسَهُ مِنَ الرُّآُوعِ فَقَالَ: (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ) فَعَلَ مِثْلَ ذَالِكَ,-وَفِى رِوَايَةِ
اُخْرَىعَنْ وَائِلٍ عِنْدَ اَبِى دَاوُدَ بِلَفْظِ: حَتَّى آَانَتَا حِيَالَ مَنْكِبَيهِ وَحَاذَ بِاِبْهَامَيهِ
( اُذُنَهُ (قَالَهُ فِى الفَتْحِ ج 2ص 150

(3) Menurut hadis Ibnu Umar bahwa Nab saw. Mengangkat kedua tangannya selurus ahunya bila ia memulai shalat, bila takbir hendak ruku' dan bila mengangkat kepalanya dari ruku' ia mengangkat kedua tangannya juga dengan mengucapkan "Sami'alla-hu liman hamidah rabbana- wa lakalhamd".  Dan tidak menjalankan demikian itu dalam (hendak) sujud". (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).
Tersebut dalam shahih Muslim dari Malik bin Huwarits, bahwa Rasulullah saw. apabila takbir ia mengangkat kedua tangannya sampai sejajar pada telinganya, begitu juga bila hendak ruku', dan bila mengangkat kepalanya dari ruku' lalu mengucapkan:"Sami'alla-hu liman hamidah", ia mengerjakan demikian juga. Dan dalam hadis riwayat Abu Dawud dari Wail dengan kalimat:" sehingga kedua tangannya itu selempang dengan bahunya serta ibu jarinya sejajar dengan telinganya".(Tersebut dalam kitab Tah juz II halaman 150)

(Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
15 ) لِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ رض قَالَ: آَانَ رَسُولِ اللهِ اِى وَاللهِ صلعم اِذَا )
قَامَ اِلَى الصَّلاَةِ يُكَبِّرْ حِينَ يَقُومُ يُكَبِّرْ حِينَ يَرْآَعُ ثُمَّ يَقُولُ."سَمِعَ اللهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ" حِينَ يَرْفَعُ صُلْبَهُ مِنَ الرُّآُوعِ ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمًا "رَبَّنَا وَلَكَ
الحَمْدُ" ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَهْوِى جَالِسًا ثُمَّ يُكَبِّرْ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ثُمَّ يُكَبِّرْ حِينَ
يَسْجُدُ ثُمَّ يُكَبِّرْ حِينَ يَرْفَعُ ثُمَّ يَفْعَلْ ذَالِكَ فِى الصَّلاَةَِ آُلِّهَا يُكَبِّرْ حِينَ يَقُوْمُ
مِنَ الثِّنْتَينِ بَعْدَ الجُلُوسِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ).
(15) Karena hadis Abu Huraerah ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw. Kalau shalat ia bertakbir ketika berdiri, lalu bertakbir ketika ruku, lalu membaca "sami'alla-hu liman hamidah" ketika mengangkat punggungnya (bangun) dari ruku, lalu membaca selagi beliau berdiri:"Rabbana- walakal hamd", lalu  takbir tatkala hendak sujud, lalu bertakbir tatkala hendak mengangkat kepala (duduk antara dua sujud), lalu bertakbir tatkala hendak mengangkat kepala (duduk antara dua sujud), lalu bertakbir tatkala hendak berdiri; kemudian melakukan itu dalam semua shalatnya serta bertakbir tatkala berdiri dari rakaat yang kedua sesudah duduk.  (Diriwayatkan oleh al-Bukhari danMuslim)


Rasulullah SAW adalah seorang Imam Sholat ini yang menggugurkan  bacaan takbir hanya untuk imam sholat, bahwa Rasulullah bertakbir  pada waktu akan (hendak) ruku, I’tidal,  sujud serta berdiri dari sujud  dan ma’mum jangan mendahului imam. 

TABAYUN TUK KEMBALI KE ALQUR'AN DAN ASSUNAH



Masalah khilafiyah, dalam pemahaman serta perilaku peribadatan sudah lama sejak Rasululllah SAW masih hidup. Berjalannya waktu masalah itu teru bergulir bak bola salju, semakin jauh semakin membesar bola itu. Demikian perbedaan sudut pandang, perbedaan rujukan atau nara sumber menambah subur persoalan khilafiyah. Ditambah perilaku kaum yang kurang mendapat pencerahan dari nara sumber yang valid. Seperti perawi khadits ada yang berperilaku menambah dan mengurangi khabar tersebut. Waktupun terus berjalan khabarpun berjalan mengikuti arah angin bertiup. Tiba saatnya pada pendengar, dari pendengar satu memperdengarkan ke penjuru desa, kota, sampai melewati samudra, benua dan negara. Sesampainya di ujung berita (khabar) kalimatpun tak lengkap katapun tak tetap kadang jauh dari hulu khabar (berita), di ilir bercampur aduklah dari berbagai kata "katanya" yang tak tahu ujung pangkalnya, tinggalah kata "katanya" orang berkata-kata.


Tak perlu debat tak ada manfaat, tak perlu diskusi kalau tak ada isi. Kembalilah duduk menyimak tuk tabayun.


Pengertian Tabayyun

Dari aspek bahasa, kata tabayyun memiliki 3 pengertian yang berdekatan seperti berikut :

1) Mencari kejelasan suatu masalah hingga tersingkap dengan jelas kondisi yang sebenarnya.

2) Mempertegas hakikat sesuatu.

3) Berhati-hati terhadap sesuatu dan tidak tergesa-gesa.

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (الحجرات : 6)

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al Hujurat 6)

Menurut Istilah Syara’

Tabayyun adalah Ketidakhati-hatian terhadap informasi yang beredar terkait dengan kaum muslimin tanpa didasari dengan pemahaman yang mendalam. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut :

{إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (النور :15)}

(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (An Nur 15)

Firman Allah dalam surat An Nur 15 itu sendiri merupakan penjelasan terhadap peristiwa hadistul ifki (berita bohong) berupa fitnah keji yang dihembuskan oleh Abdullah bin Ubay seorang dedengkot munafik kepada Aisyah Radhiallahu ‘Anha. Dan kemudian Allah memberikan petunjuk bahwa Aisyah suci dari segala fitnah, dan juga petunjuk bagaimana sikap yang harus diambil untuk menghadapi fitnah.


Penyebab Lahirnya Sikap Tidak Tabbayun

1) Lupa

يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم ( كل ابن آدم خطاء وخير الخطائين التوابون ).

Rasulullah bersabda, “Setiap anak adam rentan terhadap kesalahan. Orang terbaik ketika bersalah adalah mereka-mereka yang bertaubat secepatnya”.

2) Terpesona dengan istilah yang beredar.

قال النبي صلى الله عليه وسلم : ( إنكم تختصمون إلى ولعلل بعضكم ألحن بحجته من بعض فمن قضيت له بحق أخيه شيئا بقوله فإنما أقطع له قطعة من النار فلا يأخذها ).

Sabda Rasulullah saw, “Kalian mengadukan permasalahan yang kalian perselisihkan kepadaku. Di antara kalian ada yang pintar bersilat lidah dibanding dengan laiinnya. Barang siapa yang aku putuskan berhak terhadap sebuah barang, padahal itu milik sesamanya, maka itu seperti aku memberikannya setumpuk bara api. Karenanya, janganlah mengambilnya.

3) Tidak Mengetahui Metodologi Tabayyun

Kejahilan seseorang terhadap metodologi tabayun seringkali menjadi penyebab utama tidak terjadinya mekanisme tabayun di tengah umat ini. Pembahasan tentang metodologi tabayun Islami akan dijelaskan di bawah.

4) Terpesona Dengan Dunia

قوله سبحانه :{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (النساء : 94) }

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An Nisa 94)


Metodologi tabayyun islami

1) Mengembalikan permasalahan kepada Allah dan Rasul-Nya serta ahli terkait.

قال سبحانه {وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا (النساء : 83)}

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (An Nisa 83)

2) Bertanya Langsung Kepada Pelaku Utama.

يا حاطب ما هذا ؟ فقال : يا رسول الله لا تعجل على إني كنت امرءا ملصقا من المهاجرين من لهم قرابات يحمون بها أهلهم وأموالهم فأحببت إذا فاتني ذلك من النسب فيهم أن أتخذ عندهم يدا يحمون قرابتي ولم أفعله ارتدادا عن ديني ولا رضا بالكفر بعد الإسلام فعذره النبي صلى الله عليه وسلم وقال : ( أما إنه قد صدقكم )

Sikap Rasulullah saw menyikapi Hatib bin Balta’ah dengan memanggilnya lalu bertanya : kenapa engkau melakukannya ? Wahai Rasulullah. Janganlah tergesa-gesa. Saya adalah orang muhajirin yang memiliki sanak keluarga yang berusaha melindungi keluarganya. Karena saya tidak bisa melakukannya, maka saya mencoba mencari orang yang dapat melindungi kerabatku. Saya melakukannya bukan karena murtad dari Islam dan bukan karena saya telah kafir. Lalu Rasulullah menerima alasannya dengan mengatakan, “ia jujur”.

3) Mendengar Dengan Seksama dan Mericek Terus-Menerus Jika Memang Dibutuhkan.

Ketika Ali ra diberikan bendera perang Khaibar maka dengan segera ia bergegas berangkat. Tapi di tengah perjalanan ia kebingungan tentang missi peperangan yang diembannya. Ia pun berbalik arah ke Madinah demi menanyakan missi peperangan tersebut Kepada Rasulullah Saw

علام أقاتل الناس ؟ فيرد عليه النبي صلى الله عليه وسلم قاتلهم حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمداً عبده ورسوله ، فإذا فعلوا ذلك فقد منعوا منا دماءهم وأموالهم إلا بحقها وحسابهم على الله “.

Dengan tujuan apa saya memerangi mereka ? Rasulullah menjawab, “perangilah merka hingga mereka masuk Islam (bersayhadat). Jika mereka telah melakukannya, maka darah dan harta mereka haram kita sentuh kecuali dengan alasan yang benar……

4) Melakukan Pengecekan Khusus Melalui Pengamatan dan Pertemanan.

Ketika ada seseorang memuji orang lain di sampingnya, Umar bin Khattab lalu berkata, “Apakah kamu pernah bepergian bersamanya ? Ia menjawab : tidak. Umar melanjutkan : apakah kamu pernah mengadakan transaksi binis dengannya ? Katanya : tidak. Kata umar : kalau begitu, kamu diam saja. Saya pikir kamu hanya pernah melihatnya di masjid sambil mengangkat dan menundukkan kepalanya.

5) Bertemu Secara Langsung Setelah Menjaring Informasi dari Pihak-Pihak yang Bertengkar.

Ketika Ali bin Abi Thalib hendak diutus sebagai hakim ke Yaman, Rasulullah mengarahkannya dengan berkata,

” إن الله سيهدى قلبك ، ويثبت لسانك ، فإذا جلس بين يديك الخصمان فلا تقضين حتى تسمع من الآخر كما سمعت من الأول ، فإنه أحرى أن يتبين لك القضاء “.

“Semoga Allah senantiasa memberimu petunjuk dan meneguhkan lisanmu. Jika fihak berperkara menghadap kepadamu, maka jangan sekali-kali memutuskan perkara tanpa mendengar kedua belah fihak. Karena yang demikian akan memudahkan kamu memutuskan perkara dengan baik”.


Terapi Agar Kita bisa Selalu Tabayun

1) Memperkokoh ketakwaan kepada Allah swt.

Seseorang yang bertakwa kepada Allah akan diberikan furqan, yaitu kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, hal ini sebagaimana disampaikan dalam firman Allah berikut : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (Al Anfal 29)

قوله صلى الله عليه وسلم :” التثبت من الله و العجلة من الشيطان “.

“Pelan-pelan itu dari Allah, sedangkan terburu-buru itu dari setan.” (Musnad Abu Ya’la: 7/247, dishohihkan oleh al-Albani: 4/404)

2) Mengingat Peristiwa Ketika Manusia Dihisab di Hadapan Allah Swt.

{وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ (الصافات:24}

Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya. (Ash Shofat 24)

{إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى} (طه:15) .

Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. (Thoha 15)

3) Senantiasa Mengingat Urgensi Tabayyun

4) Memperbanyak mengkaji Al Quran dan Sunnah

5) Melihat Siroh Nabi

Ustadz Ahmad Junaidi, Lc