Aristoteles
(384 SM – 322 SM) murid dari Plato (427 SM - 347 SM) Yunani.
Plato
bilang tubuh adalah penjara jiwa.
Aristoteles
membantah kalo tubuh dan jiwa itu justru satu kesatuan, tinggal bagaimana
kecakapan manusia dalam mengontrolnya untuk memahami alam semesta dan
kehidupan. Plato bilang sifat utama manusia untuk menjadi makhluk Tuhan yang
utuh adalah dengan rasionalitas, keutamaan moral juga kebajikan. Aristoteles
tambah ngeyel dan lagi-lagi membantah, dibilangnya hal tersebut hanya sekedar
wacana dari kemampuan manusia dalam mengatur kendali tubuh dan jiwa.
Sudahlah,
lupakan debat Aristoteles dan Plato, toh itu sudah ribuan tahun lampau. Teori
tentang manusia pun terus berkembang, sampai Sigmund
Freud (1856 - 1939) nyerocos bilang bahwa semua tindakan manusia didorong atas
hasrat dan kecenderungan untuk mencapai kepuasan.
Abraham
Maslow (1908 - 1970) meluruskan racauannya Freud dengan konteks kebutuhan,
bahwa manusia melewati tahapan berjenjang untuk bisa jadi manusia yang utuh,
dengan melengkapi semua kebutuhannya dari fisiologis, keamanan dan keselamatan,
sosialisasi, penghargaan, terakhir aktualisasi diri.
Permasalahannya,
kebutuhan seks pada manusia ada pada kebutuhan dasar (basic needs), di
mana bertemunya gairah yang satu dengan gairah yang lain. Dalam hal ini mengacu
pada konteks birahi antara laki-laki dan perempuan, bertemunya kelamin yang
satu dengan kelamin yang lain. Jelas harus berbeda jenis kelamin dan bukan
dengan kelamin yang sama.
Tapi apa
kaitannya poligami dengan teori kekuasaan?
.
Teori
Kekuasaan (ala) Laki-Laki
Maximilian
Weber (1864 – 1920) pernah ngomong kalo manusia itu punya kecenderungan untuk
menguasai manusia lainnya. Dari sini berkembang bentuk dan cara-cara khusus
untuk jadi penguasa, paling tinggi adalah menguasai negara, bahkan dunia. Sifat
dasar manusia ingin menguasai manusia lainnya, jadi minat khusus penelitian
para ilmuwan bidang ilmu sosial hingga berkembang menjadi banyak teori tentang
kekuasaan.
Ambil
gender spesifik, laki-laki, adalah gender yang diciptakan Tuhan pertama kali
yang kemudian diciptakan juga perempuan pun waria. Laki-laki dekat dengan
kekuasaan, selalu jadi pemimpin minimal di rumah tangga. Hal yang selalu
didengung-dengungkan meski harus menutupi segala kelemahan.
Dari
teorinya Weber, dikorelasikan dengan keinginan laki-laki untuk menguasai
perempuan, hadir bentukan poligami, laki-laki berpasangan dengan lebih dari
satu perempuan. Sampai-sampai Rien Djamain tak tahan menghadapinya dan
menyanyikan lagu ‘Sabda Alam’ di tahun 1975.
Sejarah
Poligami dan Islam
Sejarah
membuktikan bahwa tradisi poligami sudah ada jauh sebelum Islam datang. Di
kalangan kaum Pagan, pun dari suku-suku Arab, Persia juga Yahudi, poligami ini
sudah ada sejak jaman purba.
Untuk
literatur umum dalam Alqur’an juga Alkitab, Nabi Ibrahim A.S. (Abraham) punya 2
istri, Siti Sarah (Sara) dan Siti Hajar (Hagar). Nabi Ya’qub A.S. (Yakub) punya
4 istri, Liya (Lea) dan Rahel (Rahel), selain juga memperistri budak
perempuannya, Zulfa (Zilpa) dan Balha (Bilha). Belum lagi beberapa literatur
yang menyebutkan bahwa Nabi Daud A.S. (Daud atau David) punya 300 istri, Nabi
Sulaiman A.S. (Solomon) punya 700 istri.
Entah
raja-raja lain, pun orang-orang lain di masa lampau. Bener banget omongannya
Weber, tindakan menguasai orang lain, dalam hal ini karakter yang dilekatkan
dengan sifat laki-laki ingin menguasai wanita, memang bentukan dasar dari sifat
manusia.
Islam
datang, berusaha jadi rahmatan lil ‘alamin yang inginnya tak
mau terjebak dalam bentuk yang paling benar sendiri, paling hebat sendiri.
Islam mengetahui adanya poligami sudah dari dulu. Hal begini jelas sulit
dilarang, nggak akan laku Islam di kalangan orang-orang yang cenderung sudah
berpoligami. Yang ada, Islam membatasi jumlah istri yang dimiliki laki-laki.
Nikah
mbok ya jangan kebanyakan, sampe punya istri puluhan atau ratusan. Empat saja
cukuplah. Toh ini diatur dasar hukumnya dalam Alqur’an:
Nikahilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada
tindakan tidak berbuat aniaya.
(Q.S.
Annisa [4]: 3)
Tapi
dalil naqli begini juga ada counter attack-nya:
Sekali-kali
kalian tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian walaupun
kalian sangat menginginkannya. Oleh karena itu, janganlah kalian terlalu
cenderung (kepada salah seorang istri yang kalian cintai) hingga kalian
membiarkan istri-istri kalian yang lain terkatung-katung.
(QS
an-Nisa’ [4]: 129)
Anehnya
di jaman sekarang, harusnya praktek poligami itu dianggap ketinggalan jaman
karena ini produk purba, tapi kok ya orang justru senang dengan yang hal yang
kuno-kuno. Mengambil bentuk yang gampang bahwa menikah lagi itu diperbolehkan
karena memang diijinkan dalam Islam. Padahal ini adalah bentukan pembatasan
menikah sampe puluhan bahkan ratusan istri.
.
Poligami
dan Berbuat Adil
Yang
sudah diatur dalam Alqur’an dan Al Hadist, jelas tidak boleh diutak-utik, tidak
boleh diubah bahkan dihilangkan. Poligami jelas dibolehkan dalam Islam. Titik.
Namun ketika dicurhati teman yang ingin poligami, saya hanya komentar;
“Kenapa
sama kelaminmu? Pengen bertualang ke lain vagina ya? Mending maen perek aja,
tapi jangan sampe ketauan bini. Ketimbang ngancurin perasaan bini juga
anak-anak karena menikah lagi? Poligami resikonya gede ketimbang maen perek.
Maen perek resikonya juga gede, mending nggak usah keduanya, belajar buat
berdamai sama kenyataan sajalah!”
Biasanya
dari asal nyablak begini saya selalu berantem masalah pendapat tentang
poligami. Buat saya sederhana saja, nggak ada manusia yang bisa adil. Kalo kita
ingin ‘membumikan’ sosok Rasulullah SAW sekalipun, beliau tetaplah manusia
juga, ciptaan Allah SWT. Bisa jadi beliau karena memang dekat dengan Allah SWT,
ketika berbuat salah langsung ditegur.
Lantas
kita? Siapa yang mau negur ketika kita berbuat tidak adil?
Istri-istri
Rasulullah SAW itu jelas bukan dewa, bukan malaikat, masih punya
perasaan-perasaan sebagai manusia. Cemburu, itu sifat dasar manusia yang juga
jelas dipunyai istri-istri Rasulullah SAW sekalipun. Asiyah R.A. sendiri orang
yang cemburuan terhadap istri-istri yang lain, terutama terhadap Khadijah R.A.
meski beliau sudah lama wafat.
“Aku
tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi sebesar kecemburuanku
kepada Khadijah. Meskipun aku tidak pernah melihatnya, namun Nabi Muhammad SAW
sangat sering menyebutnya, dan setiap kali beliau menyembelih domba, beliau
tentu memotong salah satu bagian dan diberikan kepada teman-teman perempuan
Khadijah. Ketika kadang-kadang aku berkata kepada beliau,.’(Engkau
memperlakukan Khadijah) seolah-olah tidak ada perempuan lain di bumi kecuali
Khadijah!’ Maka beliau berkata, ‘Khadijah adalah begini-begitu, dan darinyalah
aku mendapatkan anak’.”
(Hadist
5166 Shahih Bukhari, dari kitab At-Tabnqnt, Ibnu Sa’d, jilid 8, hal. 212;
Al-Ansab Al-Asyraf, oleh Baladzuri jilid 1, hal. 339)
Bukan
cuma pada Khadijah R.A. ia cemburu, Aisyah R.A. juga cemburu pada salah satu
istri Rasulullah SAW, Maria Al Qibtiyya R.A.
“Aku
belum pernah cemburu kepada seorang perempuan sebagaimana kecemburuanku kepada
Maria. Itu disebabkan karena dia memiliki baju dalam yang cantik. Dia biasa
tinggal di rumah Haritsah bin Uman. Kami menakut-nakutinya dan aku menjadi
khawatir. Rasulullah SAW mengirimnya ke tempat yang lebih tinggi dan beliau
suka mengunjunginya di sana. Hal itu menyusahkan kami, dan Allah memberkahi
beliau dengan seorang bayi laki-laki melaluinya dan kami (lalu) menjauhi
beliau.”
(At-Tabnqnt,
Ibnu Sa’d, jilid 8, hal. 212; Al-Ansab Al-Asyraf, oleh Baladzuri jilid 1, hal.
339)
Selain
itu Aisyah R.A. juga cemburu pada Shafiyah binti Huyay R.A. salah satu istri
Rasulullah yang lain. Ini termaktub dalam kisah:
“Shafiyah
istri Nabi (suatu ketika) mengirimkan sepiring makanan yang dia buat untuk
beliau ketika beliau sedang bersamaku. Ketika aku melihat pelayan perempuan,
aku gemetar karena gusar dan marah, dan aku ambil mangkuk itu dan
melemparkannya. Nabi Muhammad SAW lalu memandangku. Aku melihat kemarahan di
wajah beliau dan aku berkata kepadanya, Aku berlindung dari kutukan Rasulullah
hari ini.’ Rasulullah SAW berkata, ‘Ganti!’ Aku berkata, ‘Apa gantinya ya
Rasulullah?’ Beliau berkata, ‘Makanan seperti makanannya (Shafiyah) dan sebuah
mangkuk seperti mangkuknya!”
(Hadist
7152 Shahih Bukhari)
Kecemburuan
Aisyah R.A. bisa jadi sudah sangat kelewatan. Seperti dikutip dari Musnad,
Ahmad bin Hanbal, jilid 6, hal. 227; Shahih an-Nasa’i, jilid 2, hal. 145,
kecemburuah istri Rasulullah SAW yang ini sudah sampai memecahkan piring dengan
makanan yang ada di atasnya dan merobek-robek pakaian.
Salahkah
Aisyah?
Bagi yang
berpoligami, gampangnya coba tanyakan ke istri tua aja deh…
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan koment demi perbaikan dan kemajuan